Assalammu'alaikum Wr.wb

Selamat datang di blok Berbagi itu Indah, Semoga Bermanfaat

Senin, 28 Mei 2012

ASKEP HALUSINASI

ASKEP HALUSINASI

A.  Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan ( Sheila L Vidheak, 2001 : 298 ).
Halusinasi adalah sensori yang timbul berdasarkan pada stimulus internal yang tidak sesuai kenyataan ( Ruth F. Cvaven, 2002 ; 1179 ).

Jenis – jenis Halusinasi.
1.    Halusinasi pendengaran: Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi Penglihatan: Klien melihat gambaran yang jelas atau samar – samar tanpa stimulus nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi Penciuman: Klien mencium bau – bau yang muncul dari sumber – sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
4. Halusinasi Pengecapan: Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasnya merasakan rasa nyaman atau tidak enak.
5. Halusinasi Perasaan: Klien merasa sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak merasakannya.( Rasmun, 2001 : 23 ).

B. Etiologi
1. Faktor Pendukung.
a. Faktor Biologis: Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurologist yang maladaptive.
b. Faktor Psikologis: Orang tua yang salah mendidik anak, konflik perkawinan, koping menghadapi stress tidak konstruktif.
c. Faktor Sosial Budaya: Ketidak harmonisan social budaya, hidup terisolasi, stress yang menumpuk.

2. Faktor Pencetus
a. Biologis: Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurologist yang mal adaptif termasuk ganguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak mampuan.
b. Stres Lingkungan: Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan, untuk menentukan terjadinya ganguan perilaku.
c. Pemicu Gejala: Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurologi yang mal adaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan sikap individu.
( Stuart dan Sundeen, 1998 : 305 – 310 ).

C. Patofisiologi
1. Tahap I: Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni Halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a. Karakteristik.
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan, mencoba berfokos pada fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran (non psikotik).
b. Perilaku Klien.
Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.

2.    Tahap II: Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.
a.       Karakteristik.
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control dan menarik diri dari orang lain ( non psikotik ).
b.      Prilaku Klien.
Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian pada lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

3.    Tahap III: Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat ditolak.
a. Karakteristik.
Klien menyerah dan menerima pengalama sensorinya ( halusinasi ), isi halusinasinya menjadi aktaktif dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).
b.  Perilaku Klien.
Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain. Perharian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

4.    Tahap IV: Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.
a.  Karakteriastik.
Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam / hari.
b. Perilaku Klien.
Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik, tidak mampu berespon terhadap lingkungan
( Tim Keperawatan Jiwa FIK – UI ; dikutip oleh Rasmun ; 2001 ; 24 ).

D. Tanda dan Gejala
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
12. Muka merah dan kadang pucat.
13. Ekspresi wajah tenang.
14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
( Mary C. Townsend, 1998 : 98 – 103 ).

E. Rentang  Respon  Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam tentang respon  neurobiologi  ( Stuart dan Laraia, 2001 ). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengindentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca inderawalaupun sebenarnyastimulus tersebut tidak ada. Di antara kedua respon tersebut adalah rewspon individu yang karena sesuatu hal yang mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diditerimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

F. Faktor  Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain :
a.    Faktor genetis.
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu namun demikian kromosom yang ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan konstribusi genetik tambahan nomor 4,5,15,dan 22 (buchanan &carpenter,2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia 50 %  jika salah satunya mengalami schizophrenia, sementara jika di zigote peluangnya sebesar 15 %. Jika seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalamischizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophreniamaka peluangnya menjadi 35 %.
b.    Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa kortek pre frontal dan kortek limbik pada klienschizophrenia tidak       pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizophrenia terjadi  penurunan volume dan fungsi  otak yang abnormal. Neurotransmiter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
c.    Studi Neurotrasmiter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan, neurotransmiter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
d.   Teori Virus.
Paparan virus influensae pada trimester ke – 3 kehamilan dapat menjadi faktor       predisposisi schizophrenia.
e.    Psikologis.
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi schizophrenia antara lain      anak     yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak    perperasaan,    sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

G. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan yang memproses    informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gatung abnormal )
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku seperti        yang    tercantum di Tabel 3.

Tabel 3. Gejala-gejala Pencetus Respon Neurobiologi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 416
Kesehatan
Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkadian
Kelelahan
Infeksi
Obat-obat Sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup
Perubahan kebiasaan hidup,pola aktifitas sehari-hari
kesukaran dalam hubungan dengan orang lain
Isolasi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja(kurang ketrampilan dalam bekerja )
stigmatisasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/perilaku
Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa ( tidak percaya diri)
merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan ketrampilan diri )
kehilangan kendali diri(demoralisasi )
merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut
Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual)
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rndahnya kemampuan sosialisasi
perilaku agresif
erilaku kekerasan
ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala

H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
*  Regresi,menjadi malas beraktifitas sehari-hari
*  Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain atau benda
*  Menarik diri ,sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
*  Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

I. Penatalaksanaan Medis
1. Penderita per Individu
2. Farmakotherapi ( anti psikotik ) harus ditinjang oleh psikoterapi seperti Klorpromazin 150 – 600 mg / hari, Haloperidol 5 – 15 mg / hari, Porpenozin 12 – 24 mg / hari dan Triflufirazin 10 – 15 mg / hari. Obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis ( stabilisasi ) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan – 2 tahun ( diselingi masa bebas obat 1 – 2 hari / minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu dan dihentikan.
3. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup, tujuan utama perawatan dirumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.
( Arif Mansjoer, 1999 : 2000 ).
  
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HALUSINASI

F. Diagnosa Keperawatan
1. Daftar Masalah.
a. Perubahan persepsi sensori ; Halusinasi Dengar.
b. Resti mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
c. Isolasi social ; Menarik Diri.
d. Ganguan konsep diri ; HDR.
e. Tidak efektifnya koping individu.
f. Menurunya motifasi perawatan diri.
g. Defisit perawatan diri.
h. Perilaku kekerasan.
i. Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.
j. Tidak efektifnya koping keluarga ; ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit. 

2. Diagnosa Keperawatan
·      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi….
·      Perubahan sensori persepsi : halusinasi …………berhubungan dengan menarik diri.
·      Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

4. Perencanaan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, hubungan interpersonal.
b. Tetapkan gejala dari halusinasi termasuh durasi, intensitas dan frekuensi.
c. Fokuskan pada gejala dan tanyakan kepada klien untuk mendapatkan gambaran apa yang terjadi.
d. Identifikasi apakah klien sedang mengunakan obat – obatan atau alcohol.
e. Jika ditanya tegaskan dengan sederhana bahwa anda tidak mengalami rangsangan yang sama.
f. Beri dorongan dan pujian dalam hubungan interpersonal.
g. Bantu klien mengidentifikasi keperluan, mungkin info menggambarkan isi dari halusinasi.
h. Tanyakan pengaruh dari gejala halusinasi pada aktivitas dan kehidupan sehari – hari.
( Stuart dan Sunden, 1998 : 428 ).

5.    Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek daritindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada evaluasi klien diharapkan mampu :
a. Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya halusinasi.
b. Menyebutkan saat terjadinya halusinasi.
c. Membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
d. Memilih cara untuk mengatasi halusinasi.
e. Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga.
f. Berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya.
g. Tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
h. Mengontrol halusinasi.
( Budi Anna Keliat, 1998 : 15 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar