Assalammu'alaikum Wr.wb

Selamat datang di blok Berbagi itu Indah, Semoga Bermanfaat

Senin, 28 Mei 2012

ASKEP HALUSINASI

ASKEP HALUSINASI

A.  Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan ( Sheila L Vidheak, 2001 : 298 ).
Halusinasi adalah sensori yang timbul berdasarkan pada stimulus internal yang tidak sesuai kenyataan ( Ruth F. Cvaven, 2002 ; 1179 ).

Jenis – jenis Halusinasi.
1.    Halusinasi pendengaran: Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi Penglihatan: Klien melihat gambaran yang jelas atau samar – samar tanpa stimulus nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi Penciuman: Klien mencium bau – bau yang muncul dari sumber – sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
4. Halusinasi Pengecapan: Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasnya merasakan rasa nyaman atau tidak enak.
5. Halusinasi Perasaan: Klien merasa sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak merasakannya.( Rasmun, 2001 : 23 ).

B. Etiologi
1. Faktor Pendukung.
a. Faktor Biologis: Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurologist yang maladaptive.
b. Faktor Psikologis: Orang tua yang salah mendidik anak, konflik perkawinan, koping menghadapi stress tidak konstruktif.
c. Faktor Sosial Budaya: Ketidak harmonisan social budaya, hidup terisolasi, stress yang menumpuk.

2. Faktor Pencetus
a. Biologis: Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurologist yang mal adaptif termasuk ganguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidak mampuan.
b. Stres Lingkungan: Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan, untuk menentukan terjadinya ganguan perilaku.
c. Pemicu Gejala: Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurologi yang mal adaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan dan sikap individu.
( Stuart dan Sundeen, 1998 : 305 – 310 ).

C. Patofisiologi
1. Tahap I: Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni Halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a. Karakteristik.
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan, mencoba berfokos pada fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran (non psikotik).
b. Perilaku Klien.
Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.

2.    Tahap II: Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.
a.       Karakteristik.
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control dan menarik diri dari orang lain ( non psikotik ).
b.      Prilaku Klien.
Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian pada lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

3.    Tahap III: Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat ditolak.
a. Karakteristik.
Klien menyerah dan menerima pengalama sensorinya ( halusinasi ), isi halusinasinya menjadi aktaktif dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).
b.  Perilaku Klien.
Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain. Perharian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

4.    Tahap IV: Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.
a.  Karakteriastik.
Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam / hari.
b. Perilaku Klien.
Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik, tidak mampu berespon terhadap lingkungan
( Tim Keperawatan Jiwa FIK – UI ; dikutip oleh Rasmun ; 2001 ; 24 ).

D. Tanda dan Gejala
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
12. Muka merah dan kadang pucat.
13. Ekspresi wajah tenang.
14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
( Mary C. Townsend, 1998 : 98 – 103 ).

E. Rentang  Respon  Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam tentang respon  neurobiologi  ( Stuart dan Laraia, 2001 ). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengindentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca inderawalaupun sebenarnyastimulus tersebut tidak ada. Di antara kedua respon tersebut adalah rewspon individu yang karena sesuatu hal yang mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diditerimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.

F. Faktor  Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain :
a.    Faktor genetis.
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu namun demikian kromosom yang ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan konstribusi genetik tambahan nomor 4,5,15,dan 22 (buchanan &carpenter,2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia 50 %  jika salah satunya mengalami schizophrenia, sementara jika di zigote peluangnya sebesar 15 %. Jika seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalamischizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophreniamaka peluangnya menjadi 35 %.
b.    Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa kortek pre frontal dan kortek limbik pada klienschizophrenia tidak       pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizophrenia terjadi  penurunan volume dan fungsi  otak yang abnormal. Neurotransmiter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
c.    Studi Neurotrasmiter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan, neurotransmiter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
d.   Teori Virus.
Paparan virus influensae pada trimester ke – 3 kehamilan dapat menjadi faktor       predisposisi schizophrenia.
e.    Psikologis.
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi schizophrenia antara lain      anak     yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak    perperasaan,    sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

G. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan yang memproses    informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gatung abnormal )
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku seperti        yang    tercantum di Tabel 3.

Tabel 3. Gejala-gejala Pencetus Respon Neurobiologi ( Stuart dan Laraia, 2001 hal. 416
Kesehatan
Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkadian
Kelelahan
Infeksi
Obat-obat Sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup
Perubahan kebiasaan hidup,pola aktifitas sehari-hari
kesukaran dalam hubungan dengan orang lain
Isolasi sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja(kurang ketrampilan dalam bekerja )
stigmatisasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/perilaku
Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa ( tidak percaya diri)
merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan ketrampilan diri )
kehilangan kendali diri(demoralisasi )
merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut
Merasa malang (tidak dapat memenuhi kebutuhan spiritual)
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rndahnya kemampuan sosialisasi
perilaku agresif
erilaku kekerasan
ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala

H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
*  Regresi,menjadi malas beraktifitas sehari-hari
*  Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain atau benda
*  Menarik diri ,sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
*  Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

I. Penatalaksanaan Medis
1. Penderita per Individu
2. Farmakotherapi ( anti psikotik ) harus ditinjang oleh psikoterapi seperti Klorpromazin 150 – 600 mg / hari, Haloperidol 5 – 15 mg / hari, Porpenozin 12 – 24 mg / hari dan Triflufirazin 10 – 15 mg / hari. Obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis ( stabilisasi ) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan – 2 tahun ( diselingi masa bebas obat 1 – 2 hari / minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu dan dihentikan.
3. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup, tujuan utama perawatan dirumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan system pendukung masyarakat.
( Arif Mansjoer, 1999 : 2000 ).
  
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HALUSINASI

F. Diagnosa Keperawatan
1. Daftar Masalah.
a. Perubahan persepsi sensori ; Halusinasi Dengar.
b. Resti mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
c. Isolasi social ; Menarik Diri.
d. Ganguan konsep diri ; HDR.
e. Tidak efektifnya koping individu.
f. Menurunya motifasi perawatan diri.
g. Defisit perawatan diri.
h. Perilaku kekerasan.
i. Tidak efektifnya penatalaksanaan regimen terapeutik.
j. Tidak efektifnya koping keluarga ; ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit. 

2. Diagnosa Keperawatan
·      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi….
·      Perubahan sensori persepsi : halusinasi …………berhubungan dengan menarik diri.
·      Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

4. Perencanaan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, hubungan interpersonal.
b. Tetapkan gejala dari halusinasi termasuh durasi, intensitas dan frekuensi.
c. Fokuskan pada gejala dan tanyakan kepada klien untuk mendapatkan gambaran apa yang terjadi.
d. Identifikasi apakah klien sedang mengunakan obat – obatan atau alcohol.
e. Jika ditanya tegaskan dengan sederhana bahwa anda tidak mengalami rangsangan yang sama.
f. Beri dorongan dan pujian dalam hubungan interpersonal.
g. Bantu klien mengidentifikasi keperluan, mungkin info menggambarkan isi dari halusinasi.
h. Tanyakan pengaruh dari gejala halusinasi pada aktivitas dan kehidupan sehari – hari.
( Stuart dan Sunden, 1998 : 428 ).

5.    Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek daritindakan keperawatan pada klien, evaluasi dilaksanakan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada evaluasi klien diharapkan mampu :
a. Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya halusinasi.
b. Menyebutkan saat terjadinya halusinasi.
c. Membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
d. Memilih cara untuk mengatasi halusinasi.
e. Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga.
f. Berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya.
g. Tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
h. Mengontrol halusinasi.
( Budi Anna Keliat, 1998 : 15 ).

ASKEP TROMBOFLEBITIS

ASKEP TROMBOFLEBITIS

A.  Pengertian
Flebitis Superfisialis (Tromboflebitis) adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam darah vena akibat inflamasi atau trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. (Doengoes, 2000).
Tromboflebitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya disertai pembentukan bekuan darah (thrombus). Ketika pertama kali terjadi bekuan pada vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan maka proses ini dinamakan flebotrombosis. (Smeltzer, 2001).
Tromboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan pembekuan darah. Bekuan darah dapat terjadi di permukaan atau di dalam vena. Tromboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan kepala janin kerena kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah.

B. Klasifikasi
Tromboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pelvio tromboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta yang terletak dibagian atas uterus; proses biasanya unilateral.
b.      Tromboflebitis Femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10 pasca partum.

C. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya infeksi tromboflebitis antara lain :
a. Pasca bedah, perluasan infeksi endometrium.
b. Mempunyai varises pada vena
Pada vena yang sebelumnya terdapat venaektasia atau varises, maka terdapatnya turbulensi darah pada kantong-kantong vena di sekitar klep (katup) vena merangsang terjadinya thrombosis primer tanpa disertai reaksi radang primer, yang kemudian karena faktor lokal, daerah yang ada trombusnya tersebut mendapat radang. Menipisnya dinding vena karena adanya varises sebelumnya, mempercepat proses keradangan. Dalam keadaan ini, maka dua factor utama : kelainan dinding vena dan melambatnya aliran darah, menjadi sebab penting dari terjadinya tromboplebitis.
c. Obesitas
Bila keadaan dehidrasi berat, koagulasi intravascular yang meluas ataupun infeksi sistemik dapat menimbulkan rangsangan untuk pathogenesis ini.
d. Pernah mengalami tromboflebitis
e. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up untuk waktu yang lama
f. Trauma
Beberapa sebab khusus karena rangsangan langsung pada vena dapat menimbulkan keadaan ini. Umumnya pemberian infus (di lengan atau di tungkai) dalam jangka waktu lebih dari 2 hari pada tempat yang sama atau pemberian obat yang iritan secara intra vena.
g. Adanya malignitas (karsinoma), yang terjadi pada salah satu segmen vena. Tumor-tumor intra abdominal, umumnya yang memberikan hambatan aliran vena dari ekstremitas bawah, hingga terjadi rangsangan pada segmen vena tungkai.
h. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. Kelainan jantung yang secara hemodinamik menyebabkan kelainan pula pada system aliran vena.

D. Patofisiologi
Terjadinya thrombus :
a. Abnormalitas dinding pembuluh darah
Formasi trombus merupakan akibat dari statis vena, gangguan koagubilitas darah atau kerusakan pembuluh maupun endotelial. Stasis vena lazim dialami oleh orang-orang yang imobilisasi maupun yang istirahat di tempat tidur dengan gerakan otot yang tidak memadai untuk mendorong aliran darah. Stasis vena juga mudah terjadi pada orang yang berdiri terlalu lama, duduk dengan lutut dan paha ditekuk, berpakaian ketat, obesitas, tumor  maupun wanita hamil.


b. Perubahan komposisi darah (hyperkoagulabilitas)
Hyperkoagulabilitas darah yang menyertai trauma, kelahiran dan IMA juga mempermudah terjadinya trombosis. Infus intravena, banyak faktor telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis karena infus intravena, antara lain:
1. Faktor-faktor kimia seperti obat atau cairan yang iritan (flebitis kimia)
a. pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko flebitis tinggi. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins, diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi.
b. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran.
c. Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500 mOsm/L. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut
d. Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
2. Faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi. (Kanula yang dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik).
3. Agen infeksius.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
a. Teknik pencucian tangan yang buruk
b. Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak.
c. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
d. Teknik aseptik tidak baik
e. Teknik pemasangan kanula yang buruk
f. Kanula dipasang terlalu lama
g. Tempat suntik jarang diinspeksi visual

c. Gangguan aliran darah


E. Manifestasi Klinis
Penderita-penderita umumnya mengeluh spontan terjadinya nyeri di daerah vena (nyeri yang terlokalisasi), yang nyeri tekan, kulit di sekitarnya kemerahan (timbul dengan cepat diatas vena) dan terasa hangat sampai panas. Juga dinyatakan adanya oedema atau pembengkakan agak luas, nyeri bila terjadi atau menggerakkan lengan, juga pada gerakan-gerakan otot tertentu.

a. Pelvio tromboflebitis
1. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
  - Menggigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
  - Suhu badan naik turun secara tajam (36oC menjadi 40oC) yang diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
  - Penyakit dapat langsung selama 1-3 bulan.
3. Abses pada pelvis
4. Gambaran darah
  - Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).
  - Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
5. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam pemeriksaan dalam.
6. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain pada paru- paru (infark, abses, pneumonia), pada ginjal sinistra yang diiikuti proteinurina, hematuria, pada persedian.

b. Tromboflebitis femoralis
1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
2. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
-  Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki lainnya.
-  Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha bagian atas.
-  Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
-  Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
-  Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian melus dari bawah ke atas.
-  Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis atau dengan meregangkan tendo akhiles (tanda homan positif).

F. Penatalaksanaan
a. Pelvio tromboflebitis
1. Lakukan pencegahan terhadap endometritis dan tromboflebitis dengan menggunakan teknik aseptik yang baik
2. Rawat inap : penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum
3. Terapi medik: pemberian antibiotika, heparin terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya em
boli pulmonum
4. Terapi operatif : pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru; meskipun sedang dilakukan hipernisasi, siapkan untuk menjalani pembedahan.

b. Tromboflebitis femoralis
1. Terapi medik : Pemberian analgesik dan antibiotik.
2. Anjurkan ambulasi dini untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah dan menurunkan kemungkinan pembentukan pembekuan darah. Jauhkan tekanan dari daerah untuk mengurangi rasa sakit dan mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.
3. Tinggikan daerah yang terkena untuk mengurangi pembengkakan. Pastikan Pasien untuk tidak berada pada posisi litotomi dan menggantung kaki lebih dari 1 jam, dan pastikan untuk memberikan alas pada penyokong kaki guna mencegah adanya tekanan yaang kuat pada betis.
4. Sediakan stocking pendukung kepada Pasien pasca partum yang memiliki varises vena untuk meningkatkan sirkulasi vena dan membantu mencegah kondisi stasis.
5. Instruksikan kepada Pasien untuk memakai stocking pendukung sebelum bangun pagi dan melepaskannya 2x sehari untuk mengkaji keadaan kulit dibawahnya.
6. Anjurkan tirah baring dan mengangkat bagian kaki yang terkena.
7. Sediakan bed cradle untuk mencegah selimut menekan kaki yang terkena.
8. Ukur diameter kaki pada bagian paha dan betis dan kemudian bandingkan pengukuran tersebut dalam beberapa hari kemudian untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan ukuran.

ASUHAN KEPERAWATAN TROMBOFLEBITIS PASCA PARTUM

A.  Pengkajian
Riwayat Penyakit: Riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit kardiovaskuler, pembedahan mayor, resiko tinggi cedera, obesitas. Riwayat duduk lama, baik karena berhubungan dengan pekerjaan atau akibat dari pembatasan aktivitas. Imobilitas berkenaan dengan tirah baring dan anestesia.
Aktivitas : Riwayat duduk lama, imobilitas, ansietas
Sirkulasi : varises vena, peningkatan frekuensi nadi, riwayat trombosit vena, hiper kongulabilitas pnerperium.
Makanan :  - Penambahan berat badan berlebihan / kegemukan
- Suplai ASI kadang
- kadang berkurang pada keadaan menyusui
Nyeri atau ketidaknyamanan: nyeri tekan pada area yang sakit
Keamanan: adanya endomatris postpartum
Seksualitas :  - Multipara
 - Persalinan lama berkenaan dengan tekanan kepala janin pada vena – vena pelvis, penggunaan penjejak kaki atau posisi yang salah dari ekstremitas selama fase intrapartum atau kelahiran melalui operasi, termasuk kelahiran sesaria.
-   Wanita pemakai kontrasepsi oral.
B.  Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

NO
DX
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1
Perubahan per fusi jaringan berhubungan dengan interupsi jaringan vena
- Pengisian kapiler adekuat
- Penurunan edema dan eritema
- Anjurkan tirah baring



- Kaji pengisian kapiler dan periksa tanda homern
- Anjurkan untuk meningkatkan telapak kaki dengan kaki bawah diatas ketinggian jantung
- Lakukan ambulasi, progresip setelah fase akut
- Berikan kompres hangat, lembab pada ekstemilasi yang sakit
- Meminimlahkan kemungkinan perubahan posisi trombosit dengan menciptakan emboh
- Penurunan kapiler dengan tanda human positif menandakan TVD 
- Mengosongkan vena – vena super final dan tibial dengan cepat dan mempertahankan vena tetap kolaps
- Menaikan aliran bank vena membantu mencegah statis

- Menaikan sirkulasi kearea, dengan menaikan vasodilasi aliran baik vena dengan resulasi vena
2
Nyeri berhubungan dengan adanya proses implamasi, sparme vaskuler

- Menaikan kenyaman
- Istirahat dengan tepat
- Nyeri hilang

- Kaji tingkat nyeri


- Anjurkan tirah baring dengan tepat
- Pantau TTV

- Tinggikan area sakit d/ berikan ayunan


- Kolaborasi pemberian obat – obatan sesuai indikasi
- Beri kompres hangat
- Untuk menurunkan sensai nyeri berkenaan dengan gerakan otot
- Menurunkan ketidaknyaman berkenaan kontraksi otot
- Penaikan TTV dapat menandakan penaikan nyeri
- Mendorong aliran bahkan vena memudahkan sirkulasi ayunan kaki ini jaga tekanan kaki
- Menghilangkan nyeri dengan menggerakan otot

- Menaikan vasodiatasi dengan menaikan sirkulasi, merilexan otot, merangsang pelapasan endorferi
3
Ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan
- mengungkap kan kesadaran tentang perasaan ansietas
- ansietas berkurang
- menurunkan tanda perilaku seperti gelisah dengan iritabilitas
- berikan HE




- pantau TTV


- bantu klien d/ merawat diri sendiri dengan bayi
- Menurunkan rasa takut, akan ketidaktahuan dan menaikan pembelajaran klien dengan keterbukaan dengan tindakan 
- Dapat menunjukan perubahan pada tingkat asisietas
- Asisietas klien dapat ber Q bia ia menemukan bahwa kebutuhannya terpencil d/ bahwa ia mampu mengatasi d/ terlibat dengan tugas – tugas keperawatan diri sendiri
4
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan / mengikat
- Mengungkap kan pemahaman tentang kondisi, tindakan pembahasan
- Melakukan pemb perilaku yang perlu

- Kaji pengetahuan klien tentang proses penyakit
- Tinjau ulang kegunaan tirah baring
- Anjurkan tindakan yang aman untuk menghindari trauma
- Membantu dalam menentukan kebutuhan dengan mengklasifikasikan informasi sebelumnya
- Konstriksi kontinue dapat merubah atau menaikan perfusi permukaan
- Perubahan pada proses kogulasi dapat mengakibatkan penaikan kecenderungan pendarahan yang dapat menandakan kebutuhan mengubah terapi anti koagulas