Assalammu'alaikum Wr.wb

Selamat datang di blok Berbagi itu Indah, Semoga Bermanfaat

Jumat, 27 Januari 2017

Perawat Berhak Mendapatkan Haknya

Kali ini saya memberanikan diri untuk mulai menulis lagi setelah kira-kira 4 tahun pensiun dari dunia menulis. Memang saya jarang sekali memposting tulisan saya di internet apalagi dibukukan. Maklum saya tidak sepemberani rekan rekan penulis diluar sana. Tapi kali ini saya mencoba untuk mengungkapkan cerita saya sebagai seorang perawat yang notabennya adalah petugas kesehatan.
Dari rekan pembaca mungkin banyak yang sudah membaca mengenai Headline Sidak seorang kepala pemerintahan tengah malam saat Perawat dan Dokter tertidur. Agak miris sebenarnya melihat pemberitaan yang seperti itu, terlebih lagi profesi saya sebagai seorang perawat.
Disini saya tidak bermaksud menjadi pembela ataupu menghasut pembaca sekalian. Saya hanya menceritakan pengalaman saya dan juga bagaimana kondisi kami yang bekerja di dunia kesehatan. Menjadi seorang perawat bukanlah profesi yang saya dambakan dari kecil tapi ini adalah profesi mulia. Tidak pernah terbayangkan oleh saya bahwa saya akan meninggalkan keluarga saya dirumah untuk menunaikan tugas jaga malam kami. Dan tidak pula terbayangakan oleh saya bahwasannya saya akan bergelut dengan berbagai keruwetan yang ada di rumah sakit.
Dari healine saya membaca banyak sekali komentar yang menyudutkan bapak kepala pemerintahan tentang aksi yang dianggap tidak memanusiakan petugas kesehatan. Dan ada juga yang mendukung aksi tersebut dan menganggap itu adalah konsekuensi petugas kesehatan.  Yang saya mau klarifikasi dalam pemberitaan ini adalah:
1. Tidak semua petugas kesehatan terutama perawat tidur saat jam jaganya. Karena saya yang bertugas di IGD jangankan mau tidur kadang makanpun tidak sempat apalagi jika pasien sedang banyak-banyaknya. Mungkin hal ini pun terjadi pada rekan sejawat IGD yang rumah sakitnya disidak. Kalau saya jadi mereka, pasti rasanya sakit dan bakal keluar pikiran seperti ini “kami di IGD jangankan tidur makan pun tak sempat” atau “tidak semua ruangan seperti itu, kami yang di IGD masih terjaga” atau seperti ini “kerja sudah capek, gaji kecil, sudah tidak tidur dapat malu pula”. Mungkin akan ada yang berpikiran seperi itu. Dan memang satu kesalahan bakal menghapus berpuluh-puluh kebaikan.
2. Saya mau memberi sedikit pendapat buat pembaca yang berkomentar “itu sudah jadi konsekuensi kalian, seharusnya kalian harus jalani, kan itu pilihan kalian” sedikit lebih mungkin seperti itu komentarnya. Jika keluarga kita atau jangan jangan nantinya anak cucu kita yang mendapatkan perlakuan seperti itu apakah ibu dan bapak akan diam saja? Yang saya tau masing-masing profesi itu ada konsekuensinya bahkan penulis seperti saya pun ada konsekuensi. Atau mungkin yang memberikan komentar ini tidak punya konsekuensi.
3. Saya juga mau memberi pendapat untuk yang berkomentar “kami rindu senyum dokter dan perawat”. Saya akan balik bertanya kepada anda “apakah selama anda berobat kerumah sakit semua dokter dan perawat tidak pernah senyum?” saya rasa tidak mungkin, pasti ada walaupun hanya satu orang yang senyum kepada bapak dan ibu.
4. “Saya membayar untuk dilayani” kalimat ini sebenarnya agak membingungkan. Yang maksud membayar tu seperti apa? Apakah ibuk dan bapak tahu berapa sangon (gaji) yang didapat rekan saya perawat bahkan sampai sekarang masih ada saja perawat yang digaji kurang dari setengah bahkan seperempat UMR daerah tersebut. Apakah layak itu disebut gaji.
Itu hanya sebagian pendapat saya mengenai kasus yang sekarang terjadi. Hanya hanya berharap agar kita mencoba mencari akar dan sumber dari permasalahan yang ada. Kasus yang terjadi di salah satu provinsi di indonesia ini adalah salah satu contoh gagalnya suatu sistem pemerintahan yang terjadi di daerah tersebut. Jika memang bapak kepala pemerintahan mau membenahi sitem dirumah sakit tersebut seharusnya bapak harus lebih menggali dan mencari penyebab bukan langsung serta merta mengamuk seperti itu.
Saya mengutip salah satu tulisan dari Dr. Kartika Hapsari, Sp.Og., beliau menceritakan bahwa saat dia belajar jauh dari negara kita. Beliau sangat kagum dengan perawat yang ada disana. Mereka bekerja sangat cekatan, terampil, senyum manis dan tdk pernah marah kepada pasien. Beliau berpikir "ah beda sekali ya dengan perawat di Indonesia, banyak keluhan bilang mereka judes dan jutek" , awalnya beliau berpikir itu karena budaya yang berbeda. Tapi setelah beliau melihat dan bertemu dengan teman perawat yang berasal dari Indonesia tetapi sudah lama bekerja disini dibelanda. Ternyata perlakuan mereka sama dengan perawat perawat belanda, sama sama cekatan, terampil, murah senyum. Lalu apa yang membuat itu berbeda ternyata itu adalah SISTEM KERJA nya lah yang berbeda. Sistem kerja tenaga medis di negara ini sangatlah memanusiakan perawat. Mulai dari fasilitas, rasio pasien dan tenaga medis, waktu kerja, waktu libur, dan pastinya kesejahteraan alias gaji.
Bekerja menjadi paramedik diIndonesia sangat berat, terutama di RS yangjumlah pasiennya sangatlah banyak, terkadang melihat rasio jumlah pasien dan perawatnya sangatlah tidak masuk akal, di IGD tempat saya berkerja saja 25 pasien yang ada di IGD hanya dilayani oleh 2 orang perawat karena disini pasien-pasien yang tidak mendapatkan ruang perawatan tetap stay atau bertahan di IGD. Dan tentuny hal ini akan menyulitkan untuk perawat bila ada pasien baru. Belum lagi kita bicara rasio perawat di ruang perawatan kelas 3 40 orang perawat hanya dilayani oleh 2 orang, apakah itu masuk akal?. Di luar negeri 1 perawat menangani 3-4 pasien di ruangan rawat inap, di ICU 1-2 pasien. Belum lagi fasilitasnya, disana semua digital, komputer, syring pump untuk infus, alarm ditiap kamar, monitor digital ditiap kamar, sangat memudahkan kerja perawat diruangan, mereka mempunyai kamar istirahat mereka sndiri, di Indonesia semua harus bekerja secara manual, tensi manual, menulis manual, belum lagi sulitnya mengatur jam besuk keluarga pasien yang maunya nongkrong didalam (disina keluarga pasien tidak diperbolehkan tidur didalam ruangan dengan pasien). Bagaimana? Tercengangkah anda wahai ibuk dan bapak yang terhormat.
Cerita ini belum termasuk jumlah jam kerja, perawat di luar negeri bekerja tidak boleh lebih dari 40 jam seminggu, sedangkan di Indonesia rata-rata perawat di rumah sakit bekerja lebih dari 40  jam dalam seminggu. Ini belum bicara gaji, banyak teman saya yang lebih memilih bekerja diluar negeri ketimbang di Indonesia karena gaji yang mereka dapatkan berkali kali lipat dari yang di dapat di Indonesia. Apakah semua perawat Indonesia harus pergi keluar negeri dulu baru bisa sejahtera? Bagaimana bisa mengharapkan paramedis bekerja dengan senyum dan ikhlas bila kesejahteraan saja tidak diperhatikan oleh pemimpinnya?
Ini adalah sebagai unek unek dari paramedis di indonesia. Saya mungkin termasuk yang beruntung diantara rekan sejawat saya. Karena saya mendapat gaji yang sudah diatas UMR. Tapi bicara dari segi rasio perawat dan fasilitas. Tentunya ditempat saya bekerjapun masih belum bisa dianggap layak. Jangankan mau tidur, tempat duduk saja terkadang rebutan. Bayak dokter muda dan co ners yang harus berdiri bahkan duduk di lantai karena tidak adanya tempat istirahat yang layak.
Semoga dengan adanya masalah ini, semua pihak mau berbenah diri dalam menyelesaikan masalah yang ada, bukan hanya karena modal pencitraan diri. Semoga para pemimpin lebih peduli dengan sistem yang ada akmgar terjadi pembenahan dan hal ini tidak terjadi lagi dikemudian hari.
Perawat siap lembur jika upar kami sudah layak terpenuhi.
Salam sehat indonesia