Assalammu'alaikum Wr.wb

Selamat datang di blok Berbagi itu Indah, Semoga Bermanfaat

Minggu, 16 Desember 2012

Realita Standar Kompetensi Keperawatan Masa Kini


Realita Standar Kompetensi Keperawatan Masa Kini

Keperawatan merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat. Harlley Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan proses penuaan. Perawat Profesional sendiri adalah Perawat yang bertanggung-jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, 2002).
Di Indonesia, jumlah perawat paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Menurut data dari Kemenkes RI tahun 2011 bahwa, sebagian besar atau 93877 perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV terdapat 1805 perawat, Sarjana Strata Satu Keperawatan sebanyak 6781 perawat, Ners sebayak 1637 sebanyak, dan Sarjana Strata Dua  sebayak 509 perawat. Sedangkan perawat yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 45031 orang.
Jadi tenaga keperawatan mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam mencapai kinerja Puskesmas dan Rumah Sakit. Karena itu, mutu tenaga perawat harus terus ditingkatkan profesionalismenya. Tetapi kenyataannya di Rumah Sakit ataupun di Puskesmas banyak sekali perawat yang tidak mengerti apa sebenarnya inti tugas yang harus mereka kerjakan. Tanggung jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawab profesi lain mereka lakukan sedangkan tugas yang seharusnya menjadi tanggung-jawab mereka malah terbengkalai. Apakah ini merupakan dampak dari terlalu besarnya jumlah perawat dibanding tenaga kesehatan lain ataukah kesalahan dari standar kompetensi keperawatan yang masih rendah? Hal ini masih harus kita kaji ulang lagi.
Menurut data Bapenas tahun 2005 ada 400-an lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2011 mengalami kenaikan hampir 50% dari tahun 2005. Bayangkan saja jika setiap lembaga pendidikan, meluluskan sekitar 100 lulusan per tahun, itu berarti terdapat 60.000 lulusan tiap tahunnya. Sedangkan daya tampung lapangan pekerjaan masih rendah. Lalu kemana mereka yang tidak bekerja?
Ternyata, peningkatan dari jumlah lembaga pendidikan Keperawatan bisa berdampak negatif apalagi jika tidak disertai dengan standar kompetensi keperawatan yang memadai. Untuk kasus ini, pemerintah harus lebih tegas dan selektif dalam menyeleksi lembaga-lembaga pendidikan keperawatan. Jangan hanya memandang keuntungan yang akan didapat tetapi lihat kualitas dan kompetensi yang dimiliki lembaga tersebut, apakah layak untuk dipertimbangkan atau tidak. Karena jika lembaga-lembaga pendidikan keperawatan setiap tahun selalu bermunculan, bukan tidak mungkin untuk tahun-tahun yang akan datang jumlah perawat akan membludak dan menambah jumlah pengangguran
Selain itu izin dosen dalam melakukan pendidikan juga harus diperhatikan. Karena melalui dosen-dosen yang kompetenlah akan melahirkan munculnya perawat-perawat yang profesional. Dan hendaknya lembaga-lembaga pendidikan serta pemerintah menyeleksi secara tepat mahasiswa yang memilih keperawatan. Karena sebagian besar dari mereka yang mengambil profesi sebagai perawat adalah karena terpaksa, baik karena orang tua ataupun karena tidak lulus saat seleksi ujian masuk ke fakultas lain. Dan mereka inilah yang menjalani profesi keperawatan secara setengah-setengah sehingga memunculkan anggapan “asalkan lulus, bekerja dan mendapat ijazahpun cukup” tanpa perlu bersusah payah untuk mengejar standar kompetensi yang mereka miliki. Lalu apakah kita pantas disebut profesional?
Seperti yang kita tahu, Setiap tahunnya permintaan perawat dari luar negeri memang semakin banyak. Tetapi tenaga keperawatan di Indonesia belum mampu untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini dikarenakan standar kompetensi kita yang belum mampu menembus standar kompetensi dari luar negeri. Sehingga pihak luar menganggap perawat indonesia tidak kompeten, padahal sebenarnya perawat di Indonesia mampu dan bisa menembus persaingan di luar negeri tetapi hal ini kembali lagi kepada standar kompetensi kita yang masih rendah dibandingkan dengan standar kompetensi yang diinginkan.
Untuk itulah pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan-kebijakan mereka tentang standar kompetensi keperawatan serta merumuskan kurikulum yang harus dipenuhi oleh setiap lembaga keperawatan. Agar tidak ada lagi perawat-perawat yang melayani pasiennya dengan setengah-setengah. Serta agar perawat bisa membuktikan kepada profesi lain bahwa perawat itu profesional dan kompeten dalam bidangnya. Dan agar perawat posisinya sebagai mitra profesi kesehatan lain itu kembali kejalurnya. Dan agar semua itu tercapai, baik perawat maupun pemerintah harus bekerja-sama dalam mewujudkannya.
Keperawatan Indonesia memang belum mencapai masa keemasannya tetapi jika kita semua mau berubah, suatu hari nanti bukan tidak mungkin akan banyak perawat-perawat profesional yang berhasil menembus persaingan di luar negeri dan membuat bangga ibu kita pertiwi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar