Realita
Standar Kompetensi Keperawatan Masa Kini
Keperawatan merupakan
salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan masyarakat Indonesia
yang sehat. Harlley
Cit ANA (2000) menjelaskan pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang
yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang
karena sakit, injury dan proses penuaan. Perawat Profesional sendiri adalah
Perawat yang bertanggung-jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai
dengan kewenanganya (Depkes RI, 2002).
Di Indonesia, jumlah perawat paling banyak bila dibandingkan
dengan tenaga kesehatan lainnya. Menurut data dari Kemenkes RI tahun 2011 bahwa,
sebagian besar atau 93877 perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan
Diploma III, Diploma IV terdapat 1805 perawat, Sarjana Strata Satu Keperawatan
sebanyak 6781 perawat, Ners sebayak 1637 sebanyak, dan Sarjana Strata Dua
sebayak 509 perawat. Sedangkan perawat yang berpendidikan Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK) sebanyak 45031 orang.
Jadi tenaga keperawatan mempunyai kontribusi yang sangat besar
dalam mencapai kinerja Puskesmas dan Rumah Sakit. Karena itu, mutu tenaga
perawat harus terus ditingkatkan profesionalismenya. Tetapi kenyataannya di
Rumah Sakit ataupun di Puskesmas banyak sekali perawat yang tidak mengerti apa
sebenarnya inti tugas yang harus mereka kerjakan. Tanggung jawab yang seharusnya
menjadi tanggung jawab profesi lain mereka lakukan sedangkan tugas yang
seharusnya menjadi tanggung-jawab mereka malah terbengkalai. Apakah ini
merupakan dampak dari terlalu besarnya jumlah perawat dibanding tenaga
kesehatan lain ataukah kesalahan dari standar kompetensi keperawatan yang masih
rendah? Hal ini masih harus kita kaji ulang lagi.
Menurut data Bapenas tahun 2005 ada 400-an
lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2011
mengalami kenaikan hampir 50% dari tahun 2005. Bayangkan saja jika setiap
lembaga pendidikan, meluluskan sekitar 100 lulusan per tahun, itu berarti
terdapat 60.000 lulusan tiap tahunnya. Sedangkan daya tampung lapangan
pekerjaan masih rendah. Lalu kemana mereka yang tidak bekerja?
Ternyata, peningkatan dari jumlah lembaga
pendidikan Keperawatan bisa berdampak negatif apalagi jika tidak disertai
dengan standar kompetensi keperawatan yang memadai. Untuk kasus ini, pemerintah
harus lebih tegas dan selektif dalam menyeleksi lembaga-lembaga pendidikan
keperawatan. Jangan hanya memandang keuntungan yang akan didapat tetapi lihat
kualitas dan kompetensi yang dimiliki lembaga tersebut, apakah layak untuk
dipertimbangkan atau tidak. Karena jika lembaga-lembaga pendidikan keperawatan
setiap tahun selalu bermunculan, bukan tidak mungkin untuk tahun-tahun yang
akan datang jumlah perawat akan membludak dan menambah jumlah pengangguran
Selain itu izin dosen dalam melakukan pendidikan
juga harus diperhatikan. Karena melalui dosen-dosen yang kompetenlah akan
melahirkan munculnya perawat-perawat yang profesional. Dan hendaknya
lembaga-lembaga pendidikan serta pemerintah menyeleksi secara tepat mahasiswa
yang memilih keperawatan. Karena sebagian besar dari mereka yang mengambil
profesi sebagai perawat adalah karena terpaksa, baik karena orang tua ataupun
karena tidak lulus saat seleksi ujian masuk ke fakultas lain. Dan mereka inilah
yang menjalani profesi keperawatan secara setengah-setengah sehingga
memunculkan anggapan “asalkan lulus, bekerja dan mendapat ijazahpun cukup”
tanpa perlu bersusah payah untuk mengejar standar kompetensi yang mereka
miliki. Lalu apakah kita pantas disebut profesional?
Seperti yang kita tahu, Setiap tahunnya
permintaan perawat dari luar negeri memang semakin banyak. Tetapi tenaga
keperawatan di Indonesia belum mampu untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal
ini dikarenakan standar kompetensi kita yang belum mampu menembus standar
kompetensi dari luar negeri. Sehingga pihak luar menganggap perawat indonesia
tidak kompeten, padahal sebenarnya perawat di Indonesia mampu dan bisa menembus
persaingan di luar negeri tetapi hal ini kembali lagi kepada standar kompetensi
kita yang masih rendah dibandingkan dengan standar kompetensi yang diinginkan.
Untuk itulah pemerintah perlu mengkaji ulang
kebijakan-kebijakan mereka tentang standar kompetensi keperawatan serta
merumuskan kurikulum yang harus dipenuhi oleh setiap lembaga keperawatan. Agar
tidak ada lagi perawat-perawat yang melayani pasiennya dengan
setengah-setengah. Serta agar perawat bisa membuktikan kepada profesi lain
bahwa perawat itu profesional dan kompeten dalam bidangnya. Dan agar perawat
posisinya sebagai mitra profesi kesehatan lain itu kembali kejalurnya. Dan agar
semua itu tercapai, baik perawat maupun pemerintah harus bekerja-sama dalam
mewujudkannya.
Keperawatan Indonesia memang belum mencapai masa
keemasannya tetapi jika kita semua mau berubah, suatu hari nanti bukan tidak
mungkin akan banyak perawat-perawat profesional yang berhasil menembus
persaingan di luar negeri dan membuat bangga ibu kita pertiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar